Life as a Campus Journalist
This post has been sitting in my draft for 3-4 years, written after attending online graduation. I have much to say on that day, but it was never conveyed properly. Finally, after a lot of procrastination, I will try to post again, from the very old and dusty draft. Even though it's been five years since my last post, I guess it's not too late to start a new beginning.
As a freshman at a university located far away from my home, all I want to do is achieve my dreams. Getting a high score, an opportunity to study abroad, and graduating soon, is a cliché for every student. I never thought I would start my semi-professional experience (or career?) as a journalist. Apalagi sebagai anak kampus teknik, rasanya profesi ini agak bertentangan dengan hakikat anak teknik yang cenderung kaku, anti-sosial, kerjaannya bermukim di studio atau lab terus menerus. But here I am, graduating from ITS Online, as an official news crew under the Public Communication Unit of ITS.
Kisah ini bermula ketika aku mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan salah saltu kakak tingkat, Mbak Jel, yang juga merupakan bagian dari ITS Online. I guess thanks to pengkaderan yang 'memaksa' ku untuk melakukan ini? Haha. Aku begitu terkesima dan tertarik mendengarkan pengalaman beliau sebagai kru resmi ITS Online. Tak lama, pendaftaran sebagai kru dibuka. Aku tidak ragu untuk segera menyerahkan formulir, dan mengikuti berbagai rangkaian tes yang ada. Akhirnya, aku pun diterima sebagai salah satu kru resmi.
Perjalanan sebagai reporter tidak mudah. Harus mau juggling antara jadwal kelas yang ada. Harus siap terjun ke lokasi acara untuk meliput kegiatan. Harus mau liputan dadakan, meski acaranya dimulai 30 menit sebelum kelas dimulai. Harus mau mengambil risiko, memberanikan diri berhadapan dengan petinggi kampus, tamu luar negeri, pejabat pemerintah. Harus bisa memahami poin penting kegiatan, mulai dari acara penandatanganan MoU, sidang doktor, seminar, acara kemahasiswaan, sampai konser yang menyenangkan.
Masih terbayang betapa dinginnya ruangan sekretaris institut, ketika aku harus mewawancarai Bu Agnes untuk keperluan penerbitan buku. Mana saat itu baru mahasiswa tahun kedua, rasanya masih tidak pantas menginjakkan kaki di lantai tiga gedung rektorat dimana para petinggi kampus bekerja. Masih terbayang kuatnya angin menerpa ketika harus mengambil foto pesawat yang landing di Bandara Trunojoyo Sumenep, di atas menara ATC, saat sedang liputan penelitian. Masih terbayang rasa gugup ketika harus berhadapan dengan menteri, orang asing, bahkan rektor kampus lain ketika liputan.
Terbentur, terbentur, terbentuk.
Eh tapi kalo versi kita kan menulis, menulis, asistensi, revisi, terbit.
Sebetulnya understatement kalau revisinya hanya sekali hahaha. Bahkan tidak jarang draft tidak jadi terbit karena kurang sesuai dengan standar yang ada. Namun salah satu pengalaman perih saat menulis bukan ketika dipaksa harus memilih antara mengerjakan tugas kampus atau memenuhi deadline tulisan. Tapi ketika kita sudah menulis banyak dan berpikir kreatif, namun harus dipotong karena keterbatasan jumlah kolom tulisan. Ouch, that was hurt, bingung mau cut bagian mana karena merasa semua kata yang sudah kutuangkan berharga hiks.
Konten tulisan yang diproduksi pun beragam, mulai dari berita, press release, opini, editorial, majalah, hingga buku. Disini, ketahanan diri menghadapi tekanan diuji. Selayaknya bekerja, tidak semua proses terasa manis dan menyenangkan. Banyak asin dan pahitnya juga. Tapi karena dilakukan secara bersama, rasanya hanya canda dan tawa yang terpatri di memori. Dapat profit gak? Tentu saja, lumayan buat anak rantau hihi. Plus makan makan gratis, jalan jalan gratis, walaupun seragam dan id card tetap harus bayar sendiri.
Tapi selain itu, aku menemukan wadah pengembangan diri yang baru, rumah baru, yang tidak umbar janji tanpa hasil yang pasti. No, it's not like what you thought, kecuali emang kamu memiliki pendapat yang sama denganku haha.
We couldn't value the moment that we spent together until we separated and only the word 'goodbye' left our mouths. Here I am, aku pun baru menyadari betapa berharganya proses dan pengalaman yang aku jalani sebagai kru, ketika reminiscing our moment and typed this draft at 3AM. Memang katanya, apapun yang terlintas di pikiran pada waktu itu, merupakan perasaan yang tulus kan?
I feel grateful and honored, to be part of ITS Online. Aku bersyukur keputusanku untuk bergabung, membawa perubahan value yang berarti bagi diriku.
And I hope everyone will feel the same. I hope you guys had fun and gained precious memory, even though ada kontra dan gesekan sana sini mewarnai perjalanan kita. But it's normal right? Apalagi kita merupakan pribadi yang berbeda, dipaksa menjalankan satu visi dan misi, untuk tujuan bersama. Layaknya keluarga, pasti tidak ada yang sempurna. But every scars, bruises, laugh, games, discussion that we had, akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Proud of you teammates, baik yang ada di foto maupun tidak, glad to know you. Terima kasih telah menjadi bagian dari memori berhargaku sebagai mahasiswa. Buat mas dan mbak seniorku juga, terima kasih atas waktu yang dilalui bersama, dan pelajaran yang sudah dibagikan. Harusnya tulisan panjang ini ditutup sama jargon, tapi kita ga ada jargon resmi gimana ini jadi ga keren haha. Semoga semua selalu dalam keadaan sehat dan bahagia menjalani kehidupan.
Lots of love, ajé.
Comments